Aku, Orang Lokal dan Pola Pikir Mereka.......
Setelah lulus diriku dari bangku kuliah dimulailah awal babak kehidupan yang nyata, wajah dunia yang terlihat ramah sudah mulai menampakan kekejamannya, senyum dunia tidak lagi memihak kepada diriku yang telah menjadi manusia dewasa seutuhnya. Dimana diriku harus mulai mencari kerja dan mendapatkan uang untuk menyambung nyawa dan mengisi kekosongan perut tapi asalkan jangan memiliki pedoman” hidup buat makan” aja. Ber-background (itu bahasa inggrisnya) lulusan kehutanan dan hobi saya berkelana di hutan akhirnya saya hijrah dari pulau kelahiran ke Sumatra Island untuk bekerja pada salah satu yayasan konservasi berlambang gorila, seiring dengan itu hidupku bergabung dengan masyarakat pedalaman daerah itu yang terkenal dengan sebutan suku “kubu” atau dikenal juga dengan nama “Talang Mamak” di propinsi Jambi, selama 7 bulan saya bergaul dan hidup bersama di sebuah Desa Sungai Pengian di Kabupaten Tebo. Mungkin karena posisi kerja, mereka segan dengan saya sendiri, tapi jika dilihat dan dipahami dengan seksama, sulit sekali mengubah pola pikir mereka walaupun telah tersentuh oleh kemajuan jaman, keegoisan komunitas yang sama akan terasa saat mereka semua berkumpul, bayangkan mereka akan mendengarkan kita ataupun akan diam dan sopan terhadap kita jika berhadapan seorang diri dengan kita, tetapi jika sudah berkumpul dengan komunitas kadang merasa tidak adanya batasan kesopanan dan merasa’ sapa loe and awas macam-macam gw asli sini?’, sungguh pola pikir yang sangat primitif, tapi itu lah mereka yang hidup sederhana di tengah kesejukan hutan Sumatra.
Sama hal nya dengan tempat kelana ku yang sekarang di Borneo Island, tempat yang telah ku diami selama 1.5 tahun ini mewajibkan aku harus bersama hidup dengan mereka, masyarakat suku asli Borneo “Dayak people” dan beberapa orang melayu, masyarakat local yang sudah tersentuh dengan kemajuan jaman tetapi pola nya tidak berubah pesat, hidup yang mengandalkan kepada kekayaan alam dan menganut apa yang di dapat hari ini ya buat hari ini besok beda lagi dan pengorbanan yang dikumpulkan berbulan-bulan habis dalam waktu sehari untuk tujuan yang tidak jelas. Jika ditarik benang merahnya hal yang ku alami dan kudapat dari hidup bersama dengan masyarakat asli “sini mereka hidup tidak berbaur dengan komunitas dari suku lainnya”sini dengan pulau seberang barat Indonesia tidak terlalu jauh berbeda.
Satu bentuk kerja keras “kita pendatang harus lebih lelah dari mereka, maka mereka akan menghormati kita” dan kesabaran dari waktu ke waktu yang menjadi faktor utama kita untuk dapat berbaur dan nyaman dengan kondisi mereka. Pada dasarnya mereka mempunyai pola pikir sederhana dalam hidup “kaga neko-neko kali yap”, itu jelas sekali dikarenakan glamoritas dan konsumtif tidak menyentuh kehidupannya. Satu hal yang wajib di anut bahwa jika kita berbuat sesuatu yang dapat membuat mereka tertarik dan menurutnya hasilnya bagus mereka akan mencoba mengikuti, contohnya ketika saya men Cat plang nama, belumnya mereka tidak tertarik untuk melakukan tetapi setelah mengetahui dan dianggap tidak terpikirkan membuat menarik, mereka akan mulai mengerjakan apa yang kita lakukan.
Semua yang tertulis di atas hanya gambaran sebagian kecil saja, jangan diambil garis lurus yang keras dan dipukul rata kepada semua pola pikir masyarakat lokal, dua lokasi sebagai lukisan dari dua pulau berbeda belum dapat mewakili…… gmana dengan sulawesi ama irian jaya…..!!!! kapan yap kesana……………………………………
Komentar